
Badan Nasional Narkotika Provinsi Nusa Tenggara Barat memprediksikan
prevalensi penyalahguna narkotika, psikotropika dan obat-obatan
berbahaya pada 2012 sekitar 75.000 orang atau 1,68 persen dari total
penduduk daerah itu.
“Kalau 1,68 persen dikalikan dengan jumlah penduduk Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) hingga akhir 2012 sebanyak lima juta jiwa, maka ada
sekitar 75.000 penyalahguna narkoba. Sekarang kami masih merekap
datanya,” kata Kepala Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) NTB
Kombes Pol Mufti Djusnir, di Mataram, Selasa.
Hal itu dikatakan ketika memaparkan hasil analisa BNNP NTB pada acara pembentukan kader penyuluh anti narkoba di Mataram.
Para kader penyuluh anti narkoba yang berasal dari instansi
pemerintah, tokoh agama, organisasi kepemudaan dan unsur wartawan itu
nantinya diharapkan bisa membantu pemerintah dalam upaya pemberantasan
penggunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN).
Mufti mengatakan, prevalensi pemakai narkoba pada 2012, naik
dibandingkan kondisi pada 2011 sebesar 1,2 persen dari total penduduk
NTB sekitar 3,4 juta jiwa atau sebanyak 59.550 orang.
Dari total penyalahguna narkoba, sekitar 11.000 orang termasuk pecandu tulen, 19.028 teratur pakai dan 497 pecandu.
Dari seluruh korban penyalahguna narkoba yang diprediksikan sebanyak
75.000 pada 2012, kata dia, 98 persen tergolong usia di bawah 15 tahun
dan rata-rata pernah merokok.
“Rokok itu juga sebenarnya memiliki peran sehingga orang bisa menjadi
penyalahguna narkoba. Makanya, saya mengimbau masyarakat agar mengawasi
betul anaknya, jangan sampai dari rokok, mereka lalu mencoba menghisap
ganja, kemudian naik ke tingkat yang lebih tinggi, yakni menghisap hasis
dan sabu-sabu,” ujarnya.
Menurut dia, peredaran narkoba sudah menimbulkan berbagai
permasalahan di berbagai bidang dan bisa menjadi ancaman bagi ketahanan
nasional.
Peredaran barang haram tersebut erat kaitannya dengan perkembangan globalisasi dan teknologi.
Narkoba saat ini berkembang menjadi kejahatan antar daerah dan kejahatan internasional.
Mudahnya barang haram itu masuk ke Indonesia, terutama di NTB, kata
Mufti, karena garis pantai yang cukup luas, sehingga tidak bisa
terpantau secara ketat.
Selain itu, pelabuhan yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di
NTB, juga tidak memiliki alat pendeteksi narkoba yang dibawa oleh para
penumpang kapal.
Adanya Bandara Internasional Lombok yang sudah melayani rute
penerbangan internasional juga ikut menjadi faktor pendukung masuknya
narkoba oleh sindikat internasional.
“Tapi mudah-mudahan, dengan dukungan kader penyuluh anti narkoba dan
masyarakat pada umumnya, penyalahguna dan peredaran gelap narkoba, di
NTB, khususnya Pulau Lombok yang dikenal dengan Pulau Seribu Mesjid,
bisa kita cegah,” ujarnya.
Selain melibatkan masyarakat, kata dia, pihaknya juga gencar
memberikan penyuluhan kepada para pelajar mengenai narkoba dan bagaimana
bahayanya bagi kesehatan.
BNNP NTB juga sudah membentuk sekolah model anti narkoba, yakni SMA
Negeri 1 Mataram, yang bisa menjadi contoh bagi sekolah lain dalam upaya
pencegahan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar.