fe.undip.ac.id - Industri rokok dituduh telah membayari para
ilmuwan untuk membantah efek negatif rokok dalam kesehatan. Industri
rokok juga dinilai memanfaatkan kelemahan dalam koordinasi pemerintah
sehingga dapat berkelit dari Undang-undang Kesehatan. Hal ini
disampaikan Deputi Program IAKMI Tobacco Control Support Center-Ikatan
Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), Kartono Mohamad dalam
diskusi dan peluncuran buku A Giant Pack of Lies:Mengungkap Kedigdayaan
Industri Rokok di Indonesia oleh FKM Undip (Suara Merdeka, 4 April
2012).
Tududah tersebut sekiranya benar adanya, maka menurut kaidah akademik
ternyata telah terjadi pelanggaran profesi ilmuwan. Pelacuran akademik
telah terjadi karena sifat ilmuwan adalah harus jujur, membela kebenaran
dan ilmu yang ada untuk kesejahteraan masyarakat. Ilmuwan macam apa
yang dengan segepok uang barangkali dapat meloloskan sesuatu yang
semestinya merugikan, akan tetapi hasilnya menjadi berkebalikan.
Dari sejarah kita dapat belajar bagaimana para ilmuwan karena
mempertahankan kebenaran ilmiah, berujung pada kematian. Sebagai misal,
Socrates dan Galileo menentang arus berfikir umum dan para penguasa,
sehingga karena tidak mau mencabut pendapatnya, maka mereganglah nyawa
dua ilmuwan tersebut. Alasan yang mendasari ilmuwan tersebut, adalah
membela kebenaran meskipun kematian menjemputnya, sebagai pembelajaran
dan juga pencerahan bagi masyarakat umum terlebih para ilmuwan untuk
mempertahankan tujuan asasi dari ilmu pengetahuan.
Pertanyaan yang menarik benarkah industri rokok membayar ilmuwan
untuk membantah efek negatif rokok dalam kesehatan ? Pertanyaan ini
jujur sulit dijawab, karena perkara ada tidaknya transaksi uang untuk
ilmuwan membantah bahaya kesehatan merokok, memang sangat tergantung
kepada pihak-pihak yang terkait. Apakah ini sudah memasuki ranah
kriminalitas yang berimplikasi kepada pelanggaran hukum atau sekedar
masalah pelanggaran etika dan moralitas ilmiah, memang perlu pengkajian
yang mendalam.
Sebagai teladan, industri rokok yang membela diri dengan menyewa
ilmuwan untuk melakukan apa benar dampak rokok benar-benar merugikan
kesehatan? Kalau ilmuwan tersebut dengan hasil penelitiannya memang
benar-benar obyektif menyatakan rokok tidak menyebabkan dampak kesehatan
bagi masyarakat dengan alasan yang logis diterima secara ilmiah, maka
penelitian tersebut tentunya benar secara akademik. Kebenaran tersebut
dilihat pada bagaimana cara mengadakan penelitian, kehandalan alat
analisis dan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Sebaliknya kalau hasilnya memang secara kaidah akademik adalah tidak
benar, maka tuduhan menyewa para peneliti untuk melawan pendapat
sebelumnya bahwa rokok menyebabkan bahaya bagi kesehatan masyarakat
benar adanya. Pihak-pihak yang melakukan pelanggaran kaidah akademik
tersebut, dapat diberikan sangsi akademik bahwa telah melakukan
kejahatan akademik, yang berdampak pada kerugian masyarakat secara umum.
Jenis Rokok
Sebenarnya jenis rokok adalah beragam ada rokok kretek, rokok putih
dan terakhir yang lagi naik daun adalah isu rokok devine (devine
cigarette). Pertanyaan yang menarik adalah yang dikemukakan oleh Deputi
Program TCSC-IAKMI adalah rokok yang mana dan pengaruhnya apakah dapat
diperlakukan secara umum baik untuk berbagai jenis rokok tersebut maupun
untuk golongan umur maupun pengklasifikasian lainnya?
Kalau melihat kepada segi historis lahirnya rokok kretek tidak
terlepas dari peran Haji Djamahri asal Kudus yang suatu ketika menderita
penyakit dada dan cukup lama dideritanya. Untuk mengobati penyakitnya,
ia mencoba memakai minyak cengkeh digosokkan ke bagian dada dan
punggungnya. Ternyata kondisinya membaik sekalipun belum sembuh sama
sekali. Selanjutnya ia mencoba mengunyah cengkeh hasilnya jauh lebih
baik, hingga kemudian terlintas dalam pikirannya untuk memakai cengkeh
sebagai obat. Adapun caranya, cengkeh dirajang halus kemudian
dicampurkan kepada tembakau yang dipakainya untuk merokok.
Dengan cara ini ia bisa menghisap asapnya sampai masuk ke dalam
paru-parunya. Hasilnya seperti yang diharapkan, penyakit dadanya
menjadi sembuh. Cara pengobatan ini dengan cepat menyebar di seluruh
daerah sekitar tempat tinggalnya. Teman-teman dan kerabatnya
beramai-ramai meminta rokok yang dihisapnya. Mereka ternyata merasakan
kenikmatan yang luar biasa. Karena demikian banyaknya permintaan, Haji
Djamahri terpaksa membuatnya dalam jumlah yang banyak. Demikianlah
suatu barang yang semula dimaksudkan sebagai obat, dalam waktu singkat
telah menjadi cikal bakal berdirinya industri rokok kretek, yang semula
dari kota Kudus.
Pada awalnya penduduk Kudus menyebut jenis rokok baru hasil penemuan
Haji Djamahri dengan sebutan “rokok cengkeh.” Akan tetapi oleh karena
jika dihisap rokok ini menimbulkan bunyi “kretek-kretek” seperti bunyi
daun kering dibakar (dalam bahasa Jawa disebut “kumretek”), sebagai
akibat pemakaian rajangan cengkeh untuk campuran tembakau, maka akhirnya
jenis rokok ini dikenal dengan sebutan “rokok kretek” (Hasyim Asy’ari,
2005).
Apakah rokok kretek yang semula dianggap sebagai obat penyakit dada,
sekarang ini justru menyebabkan bahaya kesehatan ? Atau justru yang
menyebabkan kesehatan justru rokok putih ? Atau tuduhan tersebut
mengarah kepada rokok devine yang diketemukan oleh Dr. Gretha dari Unpar
Bandung dan diperkuat oleh Prof Dr. Sutiman dari UB (Universitas
Brawijaya) dan tokoh Jawa Tengah adalah Prof Dr Sarjadi dari Undip ?
Terhadap rokok devine meskipun banyak ilmuwan yang meragukan
kebenarannya, akan tetapi penemuan tersebut menjadi terkenal di
masyarakat. Bersama dengan balur kopi dan balur pada seluruh badan, pada
berbagai balai pengobatan di berbagai kota penuh sesak para pasien
penyakit berat, seperti penyakit kanker, stroke, maupun berbagai
penyakit berat lainnya.
Bahkan penemuan Dr. Gretha dan kawan-kawan sekarang sedang diusulkan
untuk memperoleh hadiah nobel karena ternyata rokok yang dianggap
berbahaya dengan teknologi nano sebagai bidang kajian ilmu fisika dan
kimia, ternyata secara ilmiah dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Kalau temuannya benar, barangkali beliau dapat mengangkat komoditas
dengan kearifan lokal tertentu, sebagai jalan buntu mengatasi komoditas
rokok yang penuh kontroversi.
Kontroversi komoditas rokok satu pihak menuduh menyebabkan bahaya
bagi kesehatan, akan tetapi pihak yang mengusung ini dapat disangka
dipakai sebagai pion untuk menjatuhkan industri rokok nasional dan
sebagai agen penjualan obat anti ketergantungan rokok yang sudah
diproduksi besar-besaran oleh Perusahaan Multi Nasional (MNC). Sekiranya
obat ini tidak dapat laku beberapa besar kerugian yang diderita,
padahal kekayaannya bisa jadi lebih besar dari Pendapatan Nasional
beberapa negara berkembang. Dengan kekayaan yang berlimpah darinya,
tentunya berbagai perbuatan apa saja mungkin saja dilakukan.
Kontroversi lainnya, adalah bagi negara industri rokok dengan
cukainya merupakan pendapatan yang besar dalam mendukung penerimaan
negara. Belum lagi dari keterkaitan ke belakang dan ke depan, maka
berapa tenaga kerja yang dapat terserap dari usaha agribisnis rokok
kretek. Di satu sisi negara membutuhkan dana dari cukai, di sisi lainnya
karena tekanan internasional seolah melegalkan rokok menyebabkan bahaya
kesehatan.
Pemecahan terhadap masalah ini adalah perlunya kajian mendasar
sebenarnya rokok mana yang menyebabkan bahaya kesehatan dan tingkat
bahaya bagi berbagai golongan umur. Kebenaran ilmiah yang disoroti oleh
nilai aksiologi ilmu yang berupa kebenaran dan kemanfaatan bagi
masyarat, kiranya dapat menjadi pedoman dalam menentukan terjadinya
pelanggaran akademik atau tidak. Kejujuran termasuk kejujuran ilmiah
yang disinari oleh etika dan moralitas sekarang ini menjadi begitu
berharga.
Purbayu Budi Santosa adalah guru besar FEB Undip, pengampu Filsafat Ilmu.
Dimuat di WAWASAN, 28 April 2012