
Sangat sulit membantu para korban narkoba untuk merehabilitasi
dirinya. Seorang petugas medis pertu kesabaran ekstra untuk menangani
pasien-pasien jenis ini. Hal ini diakui Badan Narkotika Provinsi (BNP)
DKI Jakarta.Kesulitan utama dalam hal ini adalah kurangnya sumber daya
manusia yang kredibel dan mau menangani para pengguna obat-obatan
terlarang. Kepala Satgas Terapi dan Rehabilitasi BNP DKI, Fauzi Mazhur.
menyatakan, kebanyakan dokter di Jakarta malas menangani para pecandu
karena penanganan terhadap mereka butuh waktu yang lama dan perhatian
yang intensif.
"Sekali menggunakan narkotika, kemungkinan mereka kambuh kembali ke
kebiasaannya itu akan semakin besar." kata Fauzi yang juga dokter di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO). Ahad (24/1).Lagi pula, lanjut
Fauzi, seorang dokter dan terapis harus sangat bersabar menghadapi para
pecandu yang sering tidak mau menerima bantuan dari dokter dan
terapisnya. Hal ini sangat disayangkan karena tingkat kerawanan narkoba
di Jakarta cukup tinggi, yaitu mencapai 230 ribu orang. Secara nasional,
tingkat kerawanan narkotika mencapai 1.5 persen dari jumlah penduduk
Indonesia.Ketiadaan sumber daya manusia yang cukup dan kredibel untuk
menangani pecandu juga membuat pemprov kesulitan merealisasikan RSKO
mandiri milik provinsi. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta. Prijanto,
hingga kini Jakarta belum memiliki tempat rehabilitasi khusus untuk para
pengguna narkotika yang dikelola sendiri oleh provinsi.
"Selama mi, para pengguna narkotika yang terjaring ditransfer ke
rumah sakit khusus narkotika milik pemerintah pusat ataupun
yayasarvyayasan rehabilitasi milik swasta," ujarnya. Contoh tempat
rehabilitasi milik pemerintah pusat adalah Rumah Sakrt Ketergantungan
Obat (RSKO) di Ciracas dan Lido.Kepala Pelaksana Harian BNP DKI, Arfan
Aqili, menyatakan, sulit merealisasikan sebuah pusat rehabilitasi untuk
para pengguna narkoba di provinsi. "Pembangunan rumah sakit di Jakarta
Selatan saja hingga kim belum rampung." katanya. Akibatnya. BNP
khawatir, semakin banyak pengguna yang ditangkap, semakin terbatas
fasilitas rehabilitasi.Selain itu, para pengguna narkotika sulit
diidentifikasi karena kebanyakan pengguna dan keluarga pengguna kerap
merasa malu mengakui diri dan salah seorang kerabatnya menjadi pecandu
narkotika. "Oleh karena itu, pasien harus terbuka dengan
kondisinya."Selain itu. masih banyak masyarakat yang takut melapor
kepada pihak kepolisian atau BNP kalau di wilayahnya ada pengedar
narkoba. Tak hanya itu. hingga kini belum ada komitmen yang kuat untuk
memberantas narkoba di tempat hiburan.
Menurut Arfan, tahun ini anggaran yang disediakan pemprov untuk BNP
sebesar Rp.26,9 miliar. "Anggaran tersebut sangat terbatas." ujarnya.
Pada 2010. terdapat sejumlah program yang disiapkan oleh BNP. Kegiatan
tersebut meliputi program pencegahan atau preventif, program penegakan
hukum atau represif, program terapi dan rehabilitasi pengguna narkoba,
serta program penelitian dan pengembangan BNP DKI.Untuk program
rehabilitasi. BNP menyediakan dana sebesar Rp 600 juta untuk 200 korban
narkoba yang tidak mampu membiayai program rehabilitasi-nya. Jumlah im
lebih besar dari anggaran yang disediakan pada 2009 lalu, yang hanya
diberikan kepada 66 orang. "Setiap orang akan diberikan dana sebesar Rp 3
juta untuk membeli obat dan biaya konsultasi serta sejumlah treatment
khusus yang diberikan selama satu bulan masa rehabilitasi." cO9. e*
maghfiroh