Berdasarkan data yang diperoleh Tribun di Panti Rehabilitasi Yayasan Alfateh, Nongsa, Batam, kini sedikitnya ada 80 pecandu narkoba masih berjuang untuk lepas dari ketergantungan.
Di tempat rehabilitasi ini kebanyakan korban mendapat perawatan khusus karena kondisinya stres berat. Jumlah pasien berfluktuasi setiap bulan karena bagi yang sudah sembuh langsung dipulangkan ke pihak keluarga. Diperkirakan banyak lagi korban yang ada di masyarakat dan hingga kini tak tersentuh upaya penyembuhan.
Diberitakan sebelumnya peredaran narkoba di Kepri--dan Batam khususnya sangat marak. Pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) pun pada tahun 2011 menempatkan Kepri di peringkat empat nasional dalam hal volume peredaran narkoba. Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan negara luar, Kepri rawan sebagai tempat transit sekaligus wilayah pengedarannya.
Saat Tribun mengunjungi Yayasan Alfateh, Nongsa, Senin (4/6) pagi, salah satu pengurus, Marni--atau yang biasa disapa Umi oleh pasiannya, menuturkan bahwa kebanyakan orang stres yang dibina di yayasannya karena kecanduan narkoba. Mereka menjalani beberapa tahapan penyembuhan, seraya menjalani isolasi di ruangan khusus.
"Sekarang memang ada 80 orang, dan sudah banyak juga yang kita pulangkan karena mereka sudah sembuh. Alhamdulilah semua karena bantuan Tuhan, mereka tertolong," ujar Umi.
Umi mengakui banyak perilaku negatif yang biasa ditempuh oleh kebanyakan orang yang kecanduan narkoba. Jika sudah terjerat barang haram itu, apapun dilakukan untuk mendapatkannya. Tak heran bukan hanya kerugian bagi dirinya sendiri, namun bisa merugikan orang lain, misalnya mencuri, nekad memaksa, dan lain-lain.
Tribun yang mengamati perilaku para pasien di ruang-ruang khusus mendapati kebanyakan pasien sedang termenung di dalam ruangan kecil berukuran dua kali satu setengah meter. Mereka ada yang dipisah dan ada juga yang disatukan dengan beberapa pasien. "Untuk yang sakitnya parah ia belum digabung dengan rekan-rekan yang lain karena sering mengamuk," ujar Umi.
Musik di ruang perawatan pun sengaja dihidupkan keras-keras, namun sejumlah pasien justru hanya diam tanpa ekspresi. Ada juga yang tidak mau diberi baju oleh pengurus yayasan. Saat diberi baju, bungkusan itu langsung dibuang lagi.
Dijelaskan oleh pra pengasuh, ada tiga proses tahapan yang harus dijalani pasien setiap harinya. Yang pertama, diberikan obat khusus berupa ramuan dengan bahan utama cendawan.
Setelah itu mereka dibimbing melakukan doa-doa. Untuk yang sudah mencapai tahapan tertentu, sekali dalam seminggu mereka akan dimandikan di laut sambil refreshing.
"Kita memandikannya di Pantai Nongsa saja, supaya mereka bisa refreshing juga. Tapi tidak semuanya, takutnya nanti lepas," lanjut Umi.
Tentang disajikannya musik keras-keras di sel isolasi, Umi menjelaskan, bahwa dalam keadaan yang masih parah, pasien tidak boleh dibiarkan termenung sendirian, sebagaimana kebiasaan para pengguna narkoba.
Hal itu bisa membuat dia tambah stres. Untuk itu setiap hari didengarkan musik agar terhibur dan pikiran tidak kosong.
Setiap harinya mereka juga diajak senam pagi bersama di lapangan yang tetap terkunci. "Kalau tidak seperti itu mereka akan lari. Mengurus mereka lebih susah daripada mengurus anak kecil," bebernya.
Suka duka merawat
Sudah banyak cerita suka duka yang dialami para pengurus maupun tim pengasuh di yayasan ini untuk menangani para pecandu narkoba. Yang paling berkesan, menurut Umi yakni ketika salah satu pasiennya kabur menjelang kedatangan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Batam dua pekan lalu.
Pasien kecanduan narkoba ini kabur sampai keujung jalan dan masuk ke dalam kolam. Kebetulan saat itu Presiden SBY tak lama lagi lewat di jalan tersebut. Para pengasuh pun sibuk mencari karena khawatir mengganggu kedatangan sang presiden.
"Bukan takut karena apa-apa. Takutnya dia nanti ditembak sama penjaga,kan waktu itu presiden lewat, untung saja dia bisa segera dibawa ke perawatan lagi," cerita Marni.
Cerita lain yang tak kalah mengusik perhatiannya, sekarang ini banyak pasien yang sudah sembuh namun tidak segera dijemput oleh para keluarganya. Padahal kesembuhan pasien ada yang sudah disampaikannya.
"Setelah diberitahukan, sekarang nomor handponenya ada yang tidak aktif lagi. Tak taulah apa alasan mereka. Tapi sekarang mereka malah di sini, ikut bantu-bantu kami juga ngurus yang lain," katanya.
Mengenai biaya pengasuhan bagi para korban narkoba, dan gangguan-gangguan lainnya itu, Marni menuturkan di yayasan Alfateh sifatnya tidak mematok harga khusus.
Untuk operasionalnya pihaknya mendapatkan bantuan dari sementara donatur plus pemberian seiklasnya dari keluarga pasien. Di tempatnya dibentuk tiga tim pengasuh yang setiap hari merawat puluhan pasien.