Ilustrasi (ksupointer)
dakwatuna.com – Tasikmalaya. Mantan
wakil presiden, Jusuf Kalla (JK), mengatakan pembangunan gereja di
Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang
signifikan. Dalam lima tahun terakhir tersebut, pembangunan gereja di
Indonesia mengalami kenaikan hingga 50 persen.
Kondisi tersebut
berbeda dengan pembangunan masjid yang hanya mencapai 30 persen dalam
lima tahun terakhir ini. ‘’Pesatnya pembangunan gereja itu tak lepas
dari kebijakan pemerintah,’’ kata JK, saat menjawab pertanyaan peserta
Muktamar XIV di Pesantren Benda, Kota Tasikmalaya, Ahad (26/9).
Bahkan,
kata JK, gereja terbesar di Asia berada di Indonesia, tepatnya di Pekan
Raya Jakarta (PRJ). Aset tanah yang dijadikan gereja di PRJ Kemayoran
tersebut, imbuh dia milik pemerintah. Selain perkembangan pembangunan
gereja di Indonesia pesat, kata dia, fisik bangunan geraja yang dibangun
itu rata-rata besar dibanding masjid.
Selain besar, gereja
tersebut juga bisa digunakan untuk beribadah lima kali shif dalam
sehari. ‘’Sedangkan masjid dalam satu minggu hanya satu kali pada hari
Jumat,’’ tutur dia.
Saat ini, lanjut JK, pembangunan tempat ibadah
selalu menimbulkan persoalan. Ia menilai, konflik dalam pembangunan
rumah ibadah tersebut jangan ditafsirkan sebagai sikap anti terhadap
agama lain. Yang dipersoalankan, imbuh dia, yaitu proses pembangunan
tempat ibadahnya. ‘’Bukan persoalan ibadahnya, tapi prosedur pembangunan
tempat ibadahnya,’’kata, JK, yang kini menjabat Ketua Umum PMI Pusat
ini.
Berdasarkan pengalaman, lanjut JK, konflik antar agama di
Indonesia sekalin dipicu moleh pembangunan rumah ibadah juga karena
kepentingan politik. Ia mencontohkan konflik di Maluku, Ambon, dan Poso,
dipicu oleh kepentingan politik lokal. Setiap kali pilkada digelar,
kata dia, selalu diikuti oleh konflik antar agama.
Berdasarkan
pengalaman tersebut, bila di satu daerah gubernur atau bupatinya Islam,
maka wakilnya dari non Islam. ‘’Demikian pula sebaliknya. Konsep
tersebut ternyata bisa menjadi solusi,’’tutur dia.
Sementara itu,
Ketua Bidang Jamiyah PP Persis, Dr Atif Latifulhayat, SH, LLM, menilai,
persoalan pembangunan tempat ibadah selalu menimbulkan persoalan.
Kondisi tersebut, imbuh dia, tidak hanya terjadi di Indonesia.
Di
Amerika Serikat yang mengagungkan kebebasan beragama, juga mengalami hal
yang sama. Ia mencontohkan rencana pembangunan masjid di lokasi
peristiwa pengebomam 11 September. ‘’Pembangunan tersebut mendapat
tentangan keras dari kelompok non muslim. Padahal prosedur dan izin
pembangunan sudah dilalui,’’tutur dia.
Atas dasar itulah, kata
Atip yang menjadi salah satu kandidat ketum Persis ini, pemerintah harus
tegas dengan aturan pembangunan tempat ibadah. Kalau syarat dan
prosedurnya benar maka jangan dihalang-halangi. Demikian pula jika
prosedur dan izinnya tak ada, maka jangan dibolehkan berdiri.
‘’Pembangunan masjid di Papua pun akan sulit, karena Islam disana
minoritas,’’imbuh dia (Budi Raharjo/Djoko Suceno/RoL)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/09/9080/jk-disokong-kebijakan-pemerintah-pembangunan-gereja-jauh-di-atas-masjid/#ixzz2CEHnyGIM