
Gunakan
pengamatan berskala seluler terhadap mekanisme tubuh Anda, Anda akan
melihat organ, jaringan, protein, sel dan sebagainya. Gunakan pengamatan
berskala atomik, Anda akan menemukan bahwa di balik organ, jaringan dan
sel itu terdapat atom karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan
sebagainya. Selanjutnya gunakan pengamatan berskala sub-atomik, skala
yang jauh lebih kecil daripada atomik. Apa yang akan Anda temukan?
Ternyata di balik atom-atom penyusun tubuh Anda itu terdapat interplay
yang tak putus di antara proton, netron dan elektron. Anda berada dalam
ranah yang banyak dibicarakan oleh fisika modern, nuclear science,
bahkan nanobiology. Demikian pelajaran yang saya peroleh dari Gretha
Zahar, seorang pakar nuclear science yang mengelola klinik di beberapa
kota dan Lembaga Peluruhan Radikal Bebas di Malang.
Tidak mudah
memahami penjelasan bu Gretha. Fisika modern, kimia nuklir, ditambah
dengan nanoteknologi, ketika disatukan dalam uraian, menjadi menu yang
lumayan berat untuk dicerna. Namun ternyata dalam praktek semuanya
sangat sederhana. Obat segala penyakit itu ternyata ada di dapur kita
sendiri: ada telur, kopi, garam, bawang, air kelapa, fermipan … Hanya
satu obat yang tidak biasa: rokok! Rokok terapi ini diramu secara
khusus, asapnya ditiupkan ke lubang telinga, hidung, dan mulut pasien
melalui sebuah pipa. Pasien dibaringkan di atas papan tembaga, dibalur
dengan 7 macam ramuan, sementara terapi asap dilakukan di sela-sela
proses tersebut. Sungguh aneh melihat sebuah penemuan canggih
dipraktekkan dengan begitu mudah dan sederhana, sesederhana pengobatan
ala kampung jaman baheula.
"Alam sudah menyediakan semuanya",
kata Profesor Dr. Sutiman Bambang Sumitro, seorang mikrobiolog dari
Universitas Brawijaya Malang yang menjadi mitra kerja bu Gretha. "Orang
cenderung mempercayai peralatan canggih, padahal peralatan itu bisa jadi
digunakan untuk menutupi konsep yang tidak canggih. Sedangkan Alam
selama ini bekerja berdasarkan konsep yang canggih. Telur, garam,
bawang, kopi, tembakau dan sebagainya itu semua merupakan peluruh
radikal bebas yang luar biasa", tambahnya.
Mengapa
telur mentah? "Karena telur mentah merupakan protein hidup. Telur
mentah itu internally driven. Putihnya menangkap radikal bebas dalam
tubuh kita, termasuk merkuri yang juga internally driven. Sedangkan
merah telur mengandung bahan stem cell", kata bu Gretha. "Tidak perlu
takut pada bakteri salmonela atau virus yang mungkin ada pada telur
mentah", kata bu Gretha seolah membaca pikiran saya. "Karena dalam kopi
ada karbon yang berfungsi seperti norit yang melumpuhkan racun."
Tidak
perlu takut pada bakteri dan virus? Sungguh menyenangkan membayangkan
dunia yang sedang disiapkan oleh bu Gretha dan kawan-kawan ini !
"Bakteri dan virus, semua itu hanyalah protein hidup yang mengalami
mutagenik. Mereka menamainya bakteri, jika ukurannya 10 pangkat minus 5.
Tapi ketika ukurannya nano, mereka menamainya virus", kata bu Gretha
sambil mempermainkan rokoknya. "Yang lebih penting untuk diselidiki
adalah penyebab mutagenik protein tersebut, yaitu radikal bebas,
terutama merkuri. Merkuri mempunyai 13 macam panjang gelombang yang bisa
digunakan untuk mengacaukan dan menyesatkan codon dalam pembentukan
protein (codon adalah kode genetik yang menentukan sintesa protein,
Red.) Merkuri dalam tubuh akan menarik lebih banyak merkuri.
Hebatnya,
merkuri punya energi dinamika yang cukup besar untuk membantunya
melakukan transisi elektron, sebuah cara baginya untuk ‘menyamar’
menjadi partikel lain", katanya sambil meluruskan kakinya di lantai.
Sekarang menjadi jelas mengapa selama ini berbagai penelitian belum bisa
‘menangkap basah’ merkuri dan perilakunya di tubuh kita. "Merkuri hanya
perlu tambahan 1 elektron untuk menjadi logam berat seperti thalium,
atau 2 ekstra elektron untuk menjadi timbal. Padahal elektron-elektron
itu tersedia dalam jumlah besar di Alam sebagai akibat dari melimpahnya
jumlah radikal bebas ", tambahnya lagi.
"Jadi penyembuhan segala
macam penyakit pada dasarnya hanyalah memperbaiki kemampuan tubuh dalam
mengendalikan polutan. Detoksifikasi adalah yang paling relevan. Jika
kita tahu caranya, tak ada penyakit yang perlu ditakuti, termasuk flu
burung, flu babi dan sebagainya", kata bu Gretha. Ia lalu memamerkan
foto-foto klinis dan eksperimennya yang sangat menakjubkan selama lebih
dari sepuluh tahun terakhir. Kanker dan autisme merupakan persoalan
sederhana di matanya, apalagi penyakit stroke, jantung dan sebagainya.
Bu
Gretha dan klinik-kliniknya telah membantu ratusan orang yang sudah
tidak bisa ditangani oleh rumah sakit. Namun gaya hidupnya sangat
bersahaja. Tempat duduk favoritnya adalah lantai, kosmetiknya hanyalah
ramuan yang terbuat dari putih telur dan air kelapa. Tanda-tanda
kemewahan ‘hanya’ terlihat pada matanya yang selalu polos namun energik,
tubuh yang elastis, berotot, bugar, serta kulit wajah yang bersih.
Tidurnya sedikit, namun ia masih mampu push-up 25 kali dan berenang 90
menit tanpa jeda di usianya yang menjelang 70. (Kami sering menggodanya
dengan sebutan ‘nenek-nenek aneh’, karena bukannya membekali diri dengan
minyak angin dan syal penghangat seperti nenek pada umumnya, ia malah
membawa rokok dan berbagai ramuan kemana-mana untuk mengurus siapapun
yang dijumpainya di jalan dan sedang bermasalah ! J)
Restless
and fearless, itulah yang saya lihat pada bu Gretha. Dalam pencariannya
yang tak kenal menyerah, ia sempat mengalami berbagai hinaan dan
pengusiran oleh ilmuwan-ilmuwan lain. Namun dengan gigih ia terus
berjuang, salah satunya dengan mencoba membuktikan hipotesanya lewat
pengabdian di sebuah rumah sakit swasta dan beberapa panti asuhan.
Dukungan dari kalangan universitas dan dari kalangan medis akhirnya
mengalir. Tapi ia belum puas juga. "Alam sedang sedih karena banyak
dimanipulasi oleh manusia", katanya suatu hari, dengan nada sedih yang
tak berhasil disembunyikan. "Kita mengambil terlalu banyak dari Alam,
ini menyulitkan Alam dalam melakukan recycling terhadap beratus-ratus
ton radikal bebas yang berkeliaran di sekitar kita.
Sementara
itu hutan dan lautan yang menjadi mesin pendaur-ulang utama itu
mengalami kerusakan yang amat parah," katanya lagi. Pak Sutiman lalu
menambahkan: "Alam sekarang mengalami kesulitan dalam melakukan siklus
berbagai material. Manusia sebagai bagian dari Alam pun mengalaminya."
Lalu, setelah menyalakan rokok yang entah ke sekian, pak Sutiman -yang
sebelumnya sama sekali bukan perokok itu- melanjutkan:"Kerusakan Alam
kini menempatkan manusia pada posisi degeneratif, artinya manusia
menghadapi ancaman kegagalan dalam menjalankan kemampuan normal. Itu
sebabnya penyakit manusia bergeser ke arah difficult diseases."
Tapi
bu Gretha tidak pernah membiarkan dirinya sedih berlama-lama.
Intuisinya yang liar dan tajam membuatnya segera sibuk memikirkan
gagasan-gagasan baru. Alur pikirannya melompat-lompat dengan lincah, tak
banyak orang yang memiliki kemampuan untuk mengimbanginya. Ketika pak
Sutiman pada suatu kesempatan resmi menguraikan pemikiran bu Gretha
dalam bahasa yang lebih runut, bu Gretha tercengang-cengang sendiri:
"Benarkah itu hasil pemikiranku? Aku tidak mengira akan seindah itu…",
katanya dengan ekspresi yang lucu.
Keindahan itu juga terlihat
dalam proses pengobatan ala bu Gretha. Sebelumnya, dalam sebuah
eksperimen, bu Gretha mencoba melepaskan radikal bebas dari sebuah
protein buatan. Radikal bebas itu baru terlepas sesudah dihantam dengan
beban sebesar … 8 ton ! Namun ketika protein yang mengandung radikal
bebas itu ditepuknya dengan ‘mengaktifkan rasa kasih-sayang’, radikal
bebas itupun terlepas. Artinya, beban 8 ton itu kurang lebih setara
dengan tepukan penuh kasih-sayang ! Itu sebabnya pelayanan penuh
kasih-sayang menjadi bagian yang paling penting dalam terapi yang
dikembangkannya.
Itu sebabnya pula, di papan tembaga, pasien
anak-anak dibaringkan di atas tubuh ayah atau ibunya, agar terjadi
ikatan batin yang lebih dalam di antara keduanya. Ikatan kasih-sayang
ini sangat berguna untuk mendorong kesembuhan. Dalam klinik-klinik
asuhan bu Gretha dan kawan-kawan selalu ditekankan pentingnya
partisipasi keluarga dalam proses penyembuhan. Kesembuhan seorang pasien
dipengaruhi oleh kesehatan anggota keluarganya. "Bahkan menyehatkan
diri sendiri itu sama dengan menyehatkan lingkungan", demikian kata pak
Sutiman.
Keindahan yang lain juga diperlihatkan di akhir terapi.
Berbagai ramuan yang sudah dibalurkan ke tubuh pasien itu ditampung,
sebagian dibiarkan tersisa di papan tembaga, sebagian diteteskan pada
cawan petri. Hasilnya sungguh menakjubkan! Hanya beberapa menit dijemur
di bawah matahari, kita akan segera melihat kristal yang bisa
mengisahkan ’siapa kita’. Jika Anda sehat, pada papan tembaga maupun
cawan petri itu akan terlihat lukisan kristal yang penuh, simetris,
fraktal, dan memiliki pola yang sangat indah. "Tubuh manusia itu
merupakan pabrik nano material yang paling hebat. Ketika cairan nano
dari tubuh kita memperlihatkan keteraturan dan keindahan, itu
menunjukkan bahwa tubuh kita memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan
keteraturan dan harmoni", demikian pak Sutiman menjelaskan sambil
mengepulkan asap rokoknya.
Dua tahun terakhir ini, rokok
merupakan bagian yang sangat penting dalam klinik binaan bu Gretha dan
kawan-kawan -yang sebelumnya tidak satupun yang perokok. Rokok yang
dinamai Divine Klobot itu mengandung asam amino, diproses sedemikian
rupa sehingga bebas dari radikal bebas, dan menghasilkan partikel yang
berukuran jauh lebih kecil. "Dengan terapi asap, radikal bebas yang
keluar dari tubuh akan berukuran kecil, sehingga pasien tidak perlu
mengalami siksaan seperti luka-luka yang besar dan basah atau aroma
tubuh yang sangat mengganggu", kata bu Gretha. Proses penyembuhan
menjadi jauh lebih cepat, bahkan selama proses pengobatan pasien bisa
tetap menjalani kehidupan normal tanpa diet khusus, asalkan ia bersedia
secara teratur ….. merokok!
Sungguh sebuah paradoks yang
mengesankan. Limbah ramuan balur bisa menjadi kristal yang bercerita,
dan rokok yang sekarang sedang dihujat telah dimuliakan menjadi obat!
"Tidak ada yang baru pada tembakau dan nikotin. Ratusan tahun yang lalu,
bangsa Indian telah menggunakannya sebagai obat; mereka bahkan menamai
tembakau sebagai tanaman dewa. Nikotin juga telah lama diteliti dan
diakui mengandung banyak manfaat, bahkan ia dijuluki ‘gold nicotine’.
Unsur kimianya yang berjumlah 11000 macam itu membuatnya sangat
istimewa. Jika dilihat secara parsial, unsur-unsur kimia itu
memperlihatkan ‘kejahatan’nya. Tapi jika partikel-partikel tersebut
dilihat secara utuh, rokok memperlihatkan adanya potensi untuk
menyelenggarakan keteraturan dan harmoni.
Rokok tidak
membahayakan generasi terdahulu, juga tidak generasi sekarang. Yang
berbahaya itu radikal bebasnya, dan radikal bebas ada dimana-mana",
jelas pak Sutiman panjang lebar. Bu Gretha lalu menimpali: "Dengan
menggunakan cetakan nano pada filter, densitas elektron meningkat,
sehingga kandungan merkuri pada tembakau akan siap melepaskan elektron.
Dan ketika merkuri kehilangan 1 elektron, ia bukan lagi merkuri. Ia
merupakan partikel emas atau aurum, tepatnya artificial aurum." Saya
jadi ingat sebuah artikel tentang partikel aurum. Dalam ukuran nano, ia
sudah lama dikenal sebagai nanomaterial yang efektif membunuh sel kanker
tanpa merusak sel lainnya.
Bu Gretha lalu menunjukkan selembar
kertas yang ia katakan sebagai ‘penemuan yang sangat mengagumkan’, yaitu
tabel periodik kimia, tabel ciptaan Mendeleyev yang pernah kita
pelajari di SMA. Ia menjelaskan, bahwa merkuri dengan nomor atom 80 bisa
dengan mudah ‘menyamar’ menjadi thalium dan timbal hanya dengan
tambahan 1-2 elektron. Merkuri juga bisa berubah menjadi artificial
aurum atau emas -yang bernomor atom 79- hanya dengan mendonasikan
elektronnya … Pernyataan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
pembuktian. Bersama teman-teman, saya menguji pengaruh Divine Klobot
terhadap aura.
Dengan menggunakan aurameter milik bu Gretha,
saya dan teman-teman menyaksikan, bahwa terapi asap lambat-laun akan
membentuk aura berwarna emas di tubuh kita. "Sungguh terobosan yang
hebat", kata Kang Aas Rukasa, seorang guru senam pernafasan dan
meditasi. "Aura emas hanya mungkin diperoleh melalui latihan pernafasan
yang intensif yang disertai pengerasan tubuh. Aura emas mencerminkan
kematangan di chakra jantung, chakra yang berhubungan dengan kasih
sayang, kelenturan, keterbukaan, dan respon seni", kata Kang Aas. "Aura
emas merupakan jembatan tercepat antara tubuh dan pikiran; artinya
seseorang dengan aura emas akan memiliki kecerdasan tubuh dalam
menerjemahkan dimensi pikiran. Aura emas bukan hanya mencerminkan
kesehatan yang prima dan kelenturan tubuh dalam menghadapi gangguan,
aura emas ini juga berbicara tentang potensi untuk menyembuhkan orang
lain", demikian ia menambahkan.
Saya jadi teringat kisah-kisah
klasik tentang para alkemis yang selalu terobsesi untuk mengubah apapun
menjadi emas. Tidak disangka bahwa rahasia alchemy itu tak jauh-jauh
dari kita, dan tampaknya tidak terlalu sulit bagi kita untuk
mempelajarinya. Siapa tahu kita bisa menjadi the alchemy berikutnya?
Dasar-dasar
bagi tumbuhnya future science itu telah disiapkan oleh bu Gretha dan
kawan-kawan. Ini adalah sains multidisiplin yang tak hanya yang
holistik, tapi juga unik, karena membawa dan mewujudkan mimpi terdalam
umat manusia sejak masa klasik. Saya dan teman-teman tidak
henti-hentinya kagum melihat seorang ilmuwan yang sekaligus ‘tabib’,
seorang yang sesaat berbicara tentang ilmu-ilmu canggih dalam bahasa
campuran Indonesia dan Inggris, lalu ia membalur dan meniupi pasien
dengan bertelanjang kaki, tanpa sarung tangan dan penutup hidung. Di
waktu pagi, senja dan tengah malam, ‘tabib’ ini menyempatkan dirinya
membalur diri dengan kopi, ramuan kelapa dan putih telur, atau garam.
Di
waktu senggangnya ia hanya memerlukan lantai untuk sekedar membaringkan
tubuhnya, sambil meniupkan asap Divine Klobot ke dalam telinganya.
"Lantai baik untuk kesehatan, karena Bumi menetralisir kelebihan arus
listrik yang menyebabkan adanya ritme tidak harmonis di tubuh kita.
Garam bagus untuk menangkap radikal bebas yang ada di tubuh kita.
Pengobatan terbaik adalah menggunakan tangan telanjang, bukan tangan
bersarung, apalagi mesin, karena… tahukah engkau, bahwa tubuh manusia
adalah cetakan nano terhebat di dunia?", begitu katanya sambil
tersenyum, seolah membenarkan ritual para tabib tradisional kita yang
sudah lama menggunakan garam, telur, tangan telanjang, juga lantai dalam
praktek pengobatan mereka. Sungguh sangat sesuai dengan namanya: Gretha
artinya mutiara, Zahar itu brightness, revealed, grounded.
"Ibu kok seperti penyihir, ya…"
"Atau seperti Merlin…"
"Atau Nostradamus, Leonardo da Vinci…"
Begitu komentar teman-teman setiap berjumpa dengan ibu Gretha Zahar yang tak habis-habisnya mengherankan kami.
Sumber : Tuty Yosenda, www.balur.com