Berikut sebagian wejangan-wejangan Mario Teguh yang diposting Sabtu (20/2/2010) malam:
- Pada akhirnya kita harus memilih wanita yang baik untuk istri, pria yang baik untuk suami, dan membangun keluarga yang baik
- Jodoh itu di tangan Tuhan. Akan lebih baik jika kita periksa apakah kita mempersulit orang yang ingin memperjodoh kita.
- Wanita yang pantas untuk teman pesta, clubbing, begadang sampai pagi, chitcat yang snob, merokok dan kadang mabuk, tidak mungkin direncanakan jadi istri.
- Hidup berbahagialah dengan istri anda yang baik, atau suami anda yang anggun. Tidak ada kebahagiaan selain kebaikan.
Hemmmmm… sebuah nasihat yang kemudian menjadi keributan…
Bila kita hanya membaca poin 3 plus dalam perspektif sok gender maka seolah wanita disudutkan, tetapi bila kita perhatikan poin ke-2 justru memberikan nasihat kepada kaum wanita bahwa bagaimana seharusnya wanita menata diri agar idak mempersulit jodohnya. Mengapa poin 2 dan poin 3 lebih ditujukan pada sosok wanita, karena konteks nasihat ini ada pada masyarakat dengan nilai-nilai dominan patriaki, sampai saat ini yang melamar adalah kaum laki-laki, tidak mengabaikan ada beberapa daerah di Indonesia yang melamar adalah wanita. Dengan kata becanda yang banyak beredar, kaum laki-laki menang memilih, kaum wanita menang menolak. Masalahnya apakah wanita bisa menolak kalau tidak ada yang memilih dia sebagai jodohnya, mungkin itulah makna dari janganlah kita mempersempit jodoh.
Bila poin 3 tersebut wanita bukan berarti kaum laki-laki “dipantaskan” menjadi perokok, pemabuk atau tukang dugem. Dalam sudut pandang kebaikan, tidak ada yang bisa mengatakan bahwa perokok, tukang mabuk, atau tukang dugem benar dan baik. Nasihat di atas bisa dimaknai sebagai nasihat untuk semua orang. Bila kemudian ada yang beranalisis dengan perspektif gender, seolah hanya menyudutkan dan merendahkan kaum wanita, apakah wanita perokok, tukang mabuk, dan tukang dugem pantas mendapatkan sebuah “pembelaan” atas perilaku tidak baik mereka.
Bicara gender secara sederhana adalah persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita. Bila kita bicara hak dan kewajiban maka yang tersebut adalah ketentuan yang bersifat positif. Apakah merokok, mabuk, dan dugem masuk dalam perilaku atau ketentuan positif, sehingga pantas untuk dibela sebagai hak atas nama gender. Jangan melihat seseorang hanya dari tampilan luarnya, pertanyaannya adalah apa kebaikan yang dimiliki oleh seorang perokok, pemabuk, dan tukang dugem. Orang-orang yang membelanjakan hartanya untuk kesenangan pribadi sementara masih banyak sesamanya yang membutuhkan hartanya untuk sekedar bisa makan, untuk bisa sekolah, atau untuk mengobati sakitnya, apakah itu sebuah kebaikan. Apakah memilih tidak menikahi orang-orang yang perokok, pemabuk, dan tukang dugem dianggap tindakan diskriminasi.
Pernikahan di Indonesia bukan semata ikatan individu dengan individu melainkan ikatan antara keluarga dengan keluarga. Pernikahan di Indonesia bukan sebatas legalitas seks semata atau sekedar peresmian atas nama cinta. Pernikahan berarti membangun sebuah keluarga, yang bisa diartikan ada anak yang diharapkan lahir dalam pernikahan tersebut. Anak bukan sekedar dilahirkan saja, tetapi tumbuh kembangnya pun setiap orang tua pasti memiliki harapan yang baik, sehat dan cerdas. Wanita adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam perkembangan tumbuh kembang anak, sudah sepantasnyalah seorang anak dilahirkan dari wanita baik-baik. Anak memiliki hak juga lho…. UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2003 (kalau ga lupa). Laki-laki adalah sosok pemimpin yang dalam nahkodanyalah dimana perahu akan dilabuhkan. Sudah sepantasnya seorang anak ingin dalam perahu yang dinahkodai laki-laki baik-baik.
Materi di ambil dari http:// dfcsurabaya.wordpress.com