
Tentu
tidak ada satu orang tuapun yang senang bila anaknya menjadi
hyperaktif, tetapi bila itu terjadi mau tidak mau kita harus menerima
situasi tersebut dan tidak menyerah untuk mencari jalan keluarnya.
Seorang teman saya yang mengalami hal tersebut, mengatakan penerimaan
dan kasih sayang dari orang tua adalah kunci untuk mendapatkan
penanganan yang baik. Hyperaktif tentu saja tidak bisa hilang begitu
saja, tetapi bagaimana menyalurkannya untuk menjadi sesuatu yang
bersifat produktif adalah hal yang paling penting, tidak ada therapist
terbaik selain orang tuanya sendiri dalam hal ini seorang ibu yang
dituntut bersifat lebih proaktif.
Anak hyperaktif atau di dunia Psychogy dikenal dengan ADHD
(Attention Deficit Hyperactive Disorder) adalah anak yang mengalami
gangguan konsetrasi disebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang
mengontrol bagian pemecahan masalah, merencanakan sesuatu dan
pengendalian aktifitas tubuh. Saat ini di dunia ada 3 sampai 5% anak
mengalami hyperaktif, 30-50% diantara mereka tidak dapat ditangani
sampai mereka menjalani usia dewasa, di Amerika ada sekitar 8 juta orang
dewasa mengalami hyperaktif.
Menurut Sani B Hermawan (2009) Direktur Lembaga Psikologi Daya
Insani, Jakarta, anak yang hyperaktif dapat mulai dikenal dari usia
sekitar 2 tahun, dalam 6 bulan pengamatan, dengan gejala-gejala seperti :
·
Hyperaktif : tidak bisa diam dalam waktu lama, dan sangat mudah
perhatiannya dialihkan oleh hal-hal yang berada di sekitarnya, seperti
benda-benda yang ada di sekitar atau suara. Bicara tidak focus dan tidak
merespon bila orang lain memanggil.
· Anak "Sulit diberi Tahu":
bila orang tua melarang atau memintanya melakukan sesuatu ia tetap cuek
dan melakukan apa yang ingin dia lakukan
· Destruktif : Anak suka merusak, membanting mainan hingga rusak
·
Impulsif : melakukan sesuatu sesuai dorongan hatinya tanpa tujuan dan
pertimbangan yang jelas, seperti memanjat atau melompat-lompat.
· Tak kenal lelah : Ia bisa terus berlarian keliling rumah seharian meski orang tua memintanya untuk berhenti
· Intelektual Rendah : Karena informasi yang diperolehnya tidak lengkap tentu pencapaiannya di sekolah juga rendah.
Karena
itu anak-anak yang hyperaktif sering dikenal orang dengan "Anak
Nakal"atau "Trouble Maker". Dia akan mengalami perasaan rendah diri dan
terasing dari anak-anak lainnya. Tentu orang tua juga merasa ikut
menderita karena kemana mereka pergi anaknya selalu menjadi pusat
perhatian untuk hal-hal yang bersifat negative.
Mengapa anak bisa menjadi Hyperaktif, tentu saja ini karena berbagai factor antara lain :
· Keracunan pada masa kehamilan, yang disebabkan oleh logam berat (merkuri, Timbal), Alcohol atau Nikotin
·
Hereditas (keturunan), 25% penderita hyperactive akan juga menurunkan
anak dengan gejala yang sama. Bila anak kembar identik hyperkatif, maka
82% kemungkinan saudaranya akan mengalami hal yang sama
· Gangguan pada gen yang bertanggung jawab atas dopamine yaitu hormone yang betanggung jawab untuk keseimbangan aktifitas tubuh.
· Cedera atau tumor otak yang mengenai bagian yang mengatur keseimbangan aktifitas motorik, yaitu otak depan dan otak kecil.
·
Bahan kimia yang berasal dari makanan yang diawetkan seperti penyedap,
zat pengawet dan pewarna. Juga bahan makanan protein siap saji dan
produk dari gandum (mie, roti), yang mengandung Beta-Carboline.
Sesungguhnya zat tersebut adalah hormone pada syaraf yang diproduksi
oleh tubuh secara alamiah. Tetapi asupan Beta Caoline dari zat-zat
tersebut diatas menggantikan yang diproduksi oleh tubuh, tetapi tidak
berfungsi maksimal. Sehingga saraf-saraf mengalami gangguan keseimbangan
dalam mengontrok keharmonisan aktifitas tubuh.
Untuk mengatasi anak hyperaktif ada 2 cara medis dan nonmedis.
·
Medis dengan menggunakan obat-obatan anti depressant yang menolong
mengurangi agresifitas hingga 80% yaitu Retalin, Concerta, Adderall Xr
dan
lainnya sesuai dengan rekomendasi dokter, karena bila kurang terkontrol
kemungkinan akan menimbulkan ketergantungan terhadap obat-obatan anti
depressant tersebut di kemudian hari.
· No Medis : dengan Behavioral dan Cognitive therapy (diberlukan bimbingan seorang Psycholog yang terlatih)
Xubuntu, 2008 memberikan tips untuk mengatasi anak yang hyperaktif:
· Latih anak-anak dapat medisiplin diri sendiri dengan sistematis, konsisten, jelas dan konsekuen.
· Jangan menghukum anak hyperaktif karena itu bukan sepenuhnya kesalahan dia
·
Jangan menggelari anak hyperkatif dengan kata-kata anak nakal, bodoh,
dll karena mereka akan menjadi seperti apa yang kita katakan. Dan
menjadi anak yang tidak percaya diri.
· Penangan yang terbaik harus dari keluarga terdekat dalam hal ini ibunya.
· Berikan kasih sayang tetapi tidak memanjakan
· Intruksi yang diberikan harus jelas dan spesifik, "Jangan memukul", lalu diulang-ulangi agar anak memahami.
· Jalin komunikasi yang baik dengan anak, selalu katakan ia anak baik dan berikan apresiasi bila ia melakukan hal yang baik
· Hindari tayangan TV, Video dan games yang bersifat kekerasan
· Praktekan pola hidup sehat dengan menu makanan alamiah yang sesuai kebutuhan anak.
· Arahkan anak untuk mengatur schedule yang seimbang antara aktifitas dan bermain.
Amsal
22 : 6, mengatakan didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari jalan
itu. Ny White dalam dalam buku Child Guidance mengatakan bahwa tanggung
terbesar pendidikan anak-anak terletak di pundak orang tuanya. Saudaraku
bagaimanapun anak-anak itu adalah anugerah terbesar dalam keluarga
kita, bila Tuhan memberikan kesempatan untuk memiliki anak yang
hyperaktif, maka Dia memberikan tanggung jawab istimewa kepada kita
untuk bersikap lebih sabar dan pantang menyerah.
KISAH NYATA
Hidup
sebagai anak yang hyperaktif adalah tidak mudah, label sebagi anak
nakal dan pembuat onar melekat begitu kuat dalam diriku. Orang tuaku
tidak hentinya memarahiku bahkan memukulku agar aku bersikap lebih
tenang. Tetapi semua itu bagai angin lalu.Aku bagai memiliki jutaan watt
energi yang siap untuk diledakkan.
Walaupun aku perempuan, tapi
tidak ada pohon di kampung kami yang tidak bisa kupanjat, tidak ada
permainan atau orang yang kutakuti semua kuhadapi dengan gagah berani.
Tidak tahan dengan cemoohan dari tetangga sekitar, suatu kali pamanku
mengikat aku satu harian disebatang pohon, tinggal ibu dan
saudara-saudaraku yang memberi aku makan dan minum. Kalau tidak salah
itu terjadi ketika aku kelas 2 SD.
Pengalaman itu begitu membekas
dalam ingatanku, harga diriku terkoyak. Tetapi pada saat itu juga ibuku
menyadari bahwa aku memerlukan penanganan yang istimewa untuk
menyalurkan energi berlebih yang aku miliki. Beliau juga menyadari bahwa
semua terjadi bukan semata-mata karena kesalahanku karena beberapa
anggota keluarga kami juga mengalami masalah yang sama di masa kecilnya.
Beliau
kemudian berkonsultasi dengan berbagai ahli dan merancang jadwal
harianku dengan begitu detail, sehingga tidak ada waktu tersisa. Tapi
bukan berarti aku tidak bisa main, ada juga masih bisa menikmati
berbagai aktifitas favoritku walau semua selalu dalam koridor schedule
yang kami sepakati bersama.
Berkat didikan yang konsiten dan
penuh kasih sayang dari Ibuku, aku sudah mulai bisa menyalurkan energi
lebihku dalam aktifitas yang positif. Sampai sekarang aku selalu
mengatur segala sesuatu dengan efesiensi waktu, teman-temanku mengatakan
aku seorang yang gila kerja (workaholic). Kalau waktuku tidak disi
dengan semestinya, di malam hari aku jadi susah tidur dan akan berusaha
mencari aktifitas yang membuat aku lelah.
Hidup sebagai orang
yang hyperkatif memang tidak mudah, sampai sekarangpun duduk diam dan
mendengarkan orang bicara adalah suatu perjuangan bagiku. Tetapi aku
tidak boleh menyerah untuk mengatasi segala kekuranganku dan menjadi
manusia yang produktif.