Bagi seorang dokter atau tabib muslim atau muslimah
harus dapat mengamalkan ajaran Islam termasuk dalam pengobatan. Ada 5
prinsip dasar pengobatan dalam Islam yang perlu diketahui untuk dapat
dijadikan rujukan sehingga dalam mengatasi atau mengobati pasien tetap
berpegang teguh pada ajaran agama.
Dengan berpegang pada prinsip-prinsip
pengobatan dalam Islam, tentu akan membawa hikmah yang cukup besar
terhadap penyembuhan segala penyakit. Mengingat prinsip ini justru
menambah semangat atau optimis bagi para dokter untuk dapat membantu
peneyembuhan pasiennya, sedangkan sang pasienb juga bertambah
keyakinannya bahwa penyakit yang diderita pasti dapat disembuhkan.
- Semua Penyakit dan Penyembuhan dari Allah S.W.T .Kita harus dapat menanamkan keyakinan
sedalam-dalamnya di hati sanubari, bahwa semua penyakit adalah ujian
atau cobaan yang diberikan oleh Allah. Dan datangnya kesembuhan hanya
semata-mata karena Allah. Dokter, tabib, obat serta berbagai usaha yang
dilakukan untuk penyembuhan hanya merupakan perantara atau media, semua
tidak akan berhasil tanpa izin Allah SWT. Dan yang paling penting untuk diyakini adalah
semua penyakit yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi ini pasti ada
obatnya. Allah SWT tidak mungkin menurunkan sebuah penyakit tanpa
disertai obatnya. Rasulullah SAW bersabda ”Setiap kali Allah SWt
menurunkan penyhakit, pasti Allah SWT menurunkan obatnya” (HR. Bukhori
dan Muslim) Dalam hadist laian juga disebutkan, ”Masing-masing
penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit,
penyakit itu pasti sembuh dengan seizin Allah SWT.” (HR. Muslim). Ibrahim Khalilullah bertanya, ya robbi dari mana
asalnya penyakit ? ”Dari Ku,” jawab Allah. Lalu Ibrahim kembali
bertanya, lantas dari mana obatnya. Allah menjawab, dari Ku juga. Untuyk
ketiga kalinya Ibrahim menyampaikan pertanyaan, kalau begitu apa
gunanya tabib atau dokter ?. ”Ia adalah makhluk yang Saya (Allah) utus
untuk membawa obat dari Ku (Allah),” jawab Allah.
- Teori Berpasang-Pasangan .Di dunia ini Allah menciptakan sesuatu dengan
berpasang-pasangan, sehingga tidak ada yang ganjil di dunia ini, semua
memiliki pasangan sendiri-sendiri, termasuk dalam pengobatan. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan abu Hurairah RA,
”Apabilah ada seekor lalat jatuh di bejana seorang diantara kalian, maka
tenggelamkanlah. Karena sesungguhnya salah satu sayapnya mengandung
penyakit dan sayap yang lain mengandung obatnya,” Dalam hadist lain yang diriwayatkan Said bin Al Khudri,
Rasulullah SAW bersabda, ”Sebelah sayap lalat adalah racun, sedangkan
sebelah sayap lainnya adalah obat. Kalau ia jatuh kedalam makanan atau
minuman, tenggelamkanlah. Karena ia bisa menyuntik racun dan bisa
sekaligus menyuntikkan obatnya,”
- Teori Keseimbangan Alam
- Berobat kepada yang ahlinya
- Tidak Boleh Mengunakan Obat yang Najis atau Haram
Dalam pengobatan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pengobatan yang dihalalkan dan yang diharamkan. Pengobatan yang
dihalalkan adalah segala macam pengobatan yang tidak bertentangan dengan
syariat Islam.
Pengobatan nabawi merupakan salah satu yang dianjurkan
dalam Islam, dan secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits,
seperti pengobatan dengan madu, habah sauda (jinten hitam), air zamzam,
ruqyah atau berdo’a dengan membacakan ayat-ayat Al Qur’an.
Pengobatan secara medis, yang secara ilmiyah dapat
dipertanggung-jawabakan. Pengoabatan secara tradisional, seperti dengan
jamu atau ramuan yang tidak hiharamkan, dan refleksi serta metode
lainya.
Sedangkan pengobatan yang haram adalah pengobatan yang
menyimpang dari syariah Islam, seperti menggunakan sihir, dukun, meminta
bantuan jin, menggunakan barang-barang yang diharamkan atau benda-benda
najis di larang oleh agama Islam.
Salah satu pengobatan yang dilarang adalah menggunakan
khomer atau arak. Mengingat jelas-jelas penyakit bukan obat. Dalil
mengharamkan arak sudah jelas, maka Islam dengan gigih memberantas arak
dan menjauhkan umat Islam dari arak, serta dibuatnya suatu pagar antara
umat Islam dan arak itu. Tidak ada satupun pintu yang terbuka, betapapun
sempitnya pintu itu, buat meraihnya.
Tidak seorang Islam pun yang diperkenankan minum arak
walaupun hanya sedikit. Tidak juga diperkenankan untuk menjual, membeli,
menghadiahkan ataupun membuatnya. Disamping itu tidak pula
diperkenankan menyimpan di tokonya atau di rumahnya. Termasuk juga
dilarang menghidangkan arak dalam perayaan-perayaan, baik kepada orang
Islam ataupun kepada orang lain. Juga dilarang mencampurkan arak pada
makanan ataupun minuman.
Tinggal ada satu segi yang sering oleh sementara orang
ditanyakan, yaitu tentang arak dipakai untuk berobat Dalam hal ini
Rasulullah s.a.w. pernah menjawab kepada orang yang bertanya tentang
hukum arak. Lantas Nabi menjawab: Dilarang! Kata laki-laki itu kemudian:
"Innama nashna'uha liddawa' (kami hanya pakai untuk berobat).
Maka Nabi Muhammad SAW menjawab, ”Arak itu bukan obat,
tetapi penyakit." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi). Dalam
hadist lain juga disebutkan, ”Sesungguhnya Allah telah menurunkan
penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap penyakit ada
obatnya, oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang
haram." (Riwayat Abu Daud)
Dan Ibnu Mas'ud pernah juga mengatakan perihal minuman
yang memabukkan: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu
dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu." (Riwayat Bukhari).
Memang tidak mengherankan kalau Islam melarang berobat
dengan arak dan benda-benda lain yang diharamkannya, sebab diharamkannya
sesuatu, sesuai dengan analisa Ibnul Qayim, mengharuskan untuk dijauhi
selamanya dengan jalan apapun. Maka kalau arak itu boleh dipakai untuk
berobat, berarti ada suatu anjuran supaya mencintai dan menggunakan arak
itu. Ini jelas berlawanan dengan apa yang dimaksud oleh syara'.
Sebenarnya obat-obat yang haram itu tidak lebih hanya
kira-kira saja dapat menyembuhkan. Ibnul Qayim memperingatkan juga yang
ditinjau dari segi kejiwaan, ia mengatakan: "Bahwa syaratnya sembuh dari
penyakit haruslah berobat yang dapat diterima akal, dan yakin akan
manfaatnya obat itu serta adanya barakah kesembuhan yang dibuatnya oleh
Allah.
Sedang dalam hal ini telah dimaklumi, bahwa setiap
muslim sudah berkeyakinan akan haramnya arak, yang karena keyakinannya
ini dapat mencegah orang Islam untuk mempercayai kemanfaatan dan
barakahnya arak itu, dan tidak bisa jadi seorang muslim dengan
keyakinannya semacam itu untuk berhusnundz-dzan (beranggapan baik)
terhadap arak dan dianggapnya sebagai obat yang dapat diterima akal.
Bahkan makin tingginya iman seseorang, makin besar pula kebenciannya
terhadap arak dan makin tidak baik keyakinannya terhadap arak itu.
Walaupun demikian, kalau sampai terjadi keadaan darurat,
maka darurat itu dalam pandangan syariat Islam ada hukumnya tersendiri.
Oleh karena itu, kalau seandainya arak atau obat yang dicampur dengan
arak itu dapat dinyatakan sebagai obat untuk sesuatu penyakit yang
sangat mengancam kehidupan manusia, dimana tidak ada obat lainnya
kecuali arak, dan saya sendiri percaya hal itu tidak akan terjadi, dan
setelah mendapat pengesahan dari dokter muslim yang mahir dalam ilmu
kedokteran dan mempunyai jiwa semangat (ghirah) terhadap agama, maka
dalam keadaan demikian berdasar kaidah agama yang selalu membuat
kemudahan dan menghilangkan beban yang berat, maka berobat dengan arak
tidaklah dilarang, dengan syarat dalam batas seminimal mungkin.
Sesuai dengan firman Allah: "Barangsiapa terpaksa dengan
tidak sengaja dan tidak melewati batas maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-An'am: 145)
Setiap yang berbahaya dimakan atau diminum tetap
haram, ada suatu kaidah yang menyeluruh dan telah diakuinya dalam
syariat Islam, yaitu bahwa setiap muslim tidak diperkenankan makan atau
minum sesuatu yang dapat membunuh, lambat ataupun cepat, misalnya racun
dengan segala macamnya, atau sesuatu yang membahayakan termasuk makan
atau minum yang terlalu banyak yang menyebabkan sakit. Sebab seorang
muslim itu bukan menjadi milik dirinya sendiri, tetapi dia adalah milik
agama dan umatnya. Hidupnya, kesehatannya, hartanya dan seluruh nikmat
yang diberikan Allah kepadanya adalah sebagai barang titipan (amanat).
Oleh karena itu dia tidak boleh melalaikan amanat itu.
Firman Allah: "Janganlah kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah Maha Belas-kasih kepadamu." (an-Nisa': 29)
"Jangan kamu mencampakkan diri-diri kamu kepada kebinasaan." (al-Baqarah: 195)
Dan Rasulullah s.a.w. pun bersabda: "Tidak boleh membuat bahaya dan membalas bahaya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)
Sumber: http://iztarherbalismuslim.blogspot.com/2011/06/prinsip-dasar-pengobatan-dalam-islam.html