Berat badan meningkat 15 kg, kulitnya kembali berwarna cerah, tidak
tampak kalau baru saja sakit berat, penampilan menjadi lebih menarik
(yang sebelumnya tampak mengerikan: kurus kering, agak kehitaman, dan
hanya bisa berbaring di tempat tidur). Hasil tes laboratorium
menunjukkan peningkatan angka CD4 menjadi 381 sel/ml dan tes viral load
dinyatakan virus tidak terdeteksi (sebelumnya reaktif).
Yang menarik dari pernyataan tersebut adalah istilah telah ’’sembuh’’
dari HIV/AIDS. Istilah sembuh diartikan sebagai bebas dari gejala
penyakit. Ada beberapa istilah ’’sembuh’’di dunia medis, antara lain:
sembuh sempurna artinya hilang gejala dan penyebab penyakit. Misalnya:
penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi, setelah pengobatan dan
menghindari penyebab alergi maka akan sembuh sempurna.
Sembuh sebagian dengan gejala sisa atau sembuh tapi tidak sempurna,
seperti penyakit stroke, luka bakar, diabetes mellitus. Pada kasus
penyakit AIDS (kumpulan gejala akibat penurunan daya tahan tubuh oleh
virus HIV) bisa sembuh tapi tidak sempurna.
Kumpulan gejala yang timbul
akibat AIDS bisa dihilangkan (demam lama, batuk lama, diare lama, berat
badan turun, kelainan kulit yang menghitam atau herpes kulit) akan
tetapi virus HIV tetap ada di dalam tubuh, tidak bisa dihilangkan semua,
namun jumlahnya dapat ditekan minimal.
Walaupun hasil tes viral load
(perbanyakan virus di darah) menunjukkan angka tidak terdeteksi, namun
sesungguhnya virus HIV tetap ada di tubuh, namun bersemayam di limfonodi
usus halus dan usus besar.
Di Amerika ada seorang bayi HIV positif dilahirkan dari ibu HIV
positif bertahan hidup dengan pengobatan Antiretroviral (obat penekan
virus HIV, yang selama ini dibagikan kepada ODHA) selama 25 tahun.
Berhasil menikah dan punya anak satu dengan HIV negatif (anaknya tidak
tertular), tapi setelah diperiksa antibodi HIV (tes untuk mengetahui
status HIV) hasilnya tetap positif (reaktif). Di RSPN Cipto Mangunkusumo
ada seorang mahasiswa (18 tahun) yang dulu lahir sebagai bayi HIV
positif dan masih mengkonsumsi obat Antiretroviral sampai sekarang.
Hasil tes antibodi HIV ulangan tetap positif. Di RSUP Dr Kariadi kami
sudah memberikan obat antiretroviral (obat ARV) selama 12 tahun dan
mereka yang tetap setia mengkonsumsi obat tersebut. Setelah dilakukan
pemeriksaan antibodi HIV juga tetap positif. Artinya, HIV/AIDS secara
klinis terlihat ’’sembuh’’ karena penampilan klinisnya baik, tidak ada
gejala infeksi oportunistik (infeksi yang sering menyerang pada
kekebalan tubuh yang turun), berat badan kembali normal, bahkan banyak
yang kegemukan (padahal awal pengobatan kurus kering), kekebalan tubuh
CD4 meningkat, dan tes viral load HIV menjadi tidak terdeteksi. Obat
Herbal Keberhasilan pengobatan pada pasien HIV/AIDS (ODHA) dimonitor
dengan mengevaluasi tiga hal, secara klinis, immunologis, dan virologis.
Secara klinis dimonitor berat badan, keluhan efek samping pengobatan,
kemunculan penyakit infeksi oportunistik.
Secara immunologis dievaluasi kadar CD4 (parameter daya tahan tubuh)
yang diperiksa rutin setiap 6 – 12 bulan sekali. Umumnya kadar CD4 akan
meningkat secara bertahap yang menandakan kekebalan tubuh membaik karena
berkurangnya serangan virus HIV.
Secara virologis, idealnya diperiksa
Viral Load HIV (perbanyakan virus HIV) setiap tahun untuk melihat
seberapa banyak virus HIV melakukan replikasi (beranak pinak) di dalam
tubuh pasien. Angka yang dihasilkan adalah sekian copi/ml darah.
Diharapkan hasilnya tidak terdeteksi. Artinya virus tetap ada di dalam tubuh pasien, tapi bersembunyi di
jaringan limfe usus, dan tetap melakukan perbanyakan diri namun minimal
akibat ditekan oleh obat antiretroviral (ARV).
Di RSUP Kariadi sudah ada
alat untuk memeriksa Viral Load HIV. Pasien HIV/AIDS dinyatakan
mengalami keberhasilan terapi apabila mengalami perbaikan klinis,
imunologis dan virologis.
Mengapa mereka berhasil mengalami perbaikan?
Karena mendapatkan pengobatan yang menyeluruh (komprehensif). Mulai
dari dukungan keluarga yang baik, mengkonsumsi obat antiretroviral
secara teratur, menjaga masukan gizi empat sehat lima sempurna,
berkurangnya stigma dan diskriminasi, mempertahankan pola hidup sehat
(meninggalkan kebiasaan tidak baik: tidak minum alkohol, perilaku seks
yang sehat, menghindari rokok), sebagian mengkonsumsi obat herbal.
Obat
herbal yang beredar sekarang ini: buah merah dari papua, selenium,
meniran (phyllanthus niruri L), kapsul kulit manggis, botrowali
(Trinosphora crispa L NIERS), ramuan bahan tumbuhan asli Indonesia,
hanya membantu memperbaiki secara imunologis (membantu meningkatkan
kadar CD4), tapi tidak mempengaruhi pengurangan virus HIV. Banyak
penelitian yang mengklaim bahwa dengan diberikan obat herbal akan
meningkatkan kadar CD4.
Padahal perubahan kadar CD4 dipengaruhi banyak hal: kelelahan, kurang
istirahat, kurang tidur, stress baik fisik (olahraga yang terlalu
berat) maupun psikis, depresi, kehamilan, penyakit hipertensi, stroke,
DM, TB Paru, dan infeksi berat Sepsis.
Keberhasilan pengobatan HIV/AIDS
tidak dapat diklaim sebagai keberhasilan pemberian obat herbal semata,
sebab obat ini merupakan SUPLEMEN (tambahan terapi, bukan terapi utama)
dalam pengobatan HIV/AIDS. Pengobatan penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS
harus meliputi host (orangnya), environtment (lingkungan) dan agent
(penyebab penyakit, dalam hal ini virus HIV). Obat herbal hanya
ditujukan untuk host/orangnya, sebab meningkatkan daya tahan tubuh.
Belum menyentuh ke agent (virus HIV) dan lingkungan (stigma dan
diskriminasi, dukungan keluarga dan lain lain. Adapun pengobatan yang
utama pasien HIV/AIDS adalah: minum obat antiretroviral (ARV) secara
teratur setiap hari untuk menekan perbanyakan virus HIV, makanan yang
bergizi empat sehat lima sempurna guna meningkatkan daya tahan tubuh,
dukungan mental dari keluarga, serta mendekatkan diri kepada Allah. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku hidup sehat.
Sudah ada
beberapa pasien HIV/AIDS yang mencoba meninggalkan obat Antiretroviral
(ARV) yang selama ini dikonsumsi dengan beralih ke obat herbal saja.Ternyata dalam waktu satu atau dua tahun jumlah virus di dalam darah,
yang semula tidak terdeteksi menjadi terdeteksi dan timbul infeksi
oportunistik (infeksi ikutan), yang menyebabkan dirawat di rumah sakit
lagi. Pada akhirnya meninggal dunia akibat serangan infeksi oportunistik
yang tidak terkendali dan penurunan daya tahan tubuh akibat jumlah
virus HIV yang meningkat lagi. Jadi, ada baiknya secara bijaksana
menempatkan posisi obat herbal dalam pengobatan HIV/AIDS sebagai obat
suplemen, bukan obat yang utama yang dapat ”menyembuhkan” penyakit
HIV/AIDS. (11)
–– DR dr Muchlis AU Sofro, SpPD,KPTI, FINASIM, Pokja CST (Care Support Treatment) KPA Provinsi Jawa Tengah.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan komentar atau berbagi pengalaman.
Bila Saudara Menginginkan balasan secapatnya dari kami, komfirmasi ketik KOMENTAR kirim ke 082332222009. Terimaksih