Menurut Ginanjar Maulana, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan di pusat rehabilitasi itu, ada beberapa tahapan penyembuhan harus dilalui oleh pasien pecandu narkoba. Dimulai dari terapi medis selama sepuluh hari, dilanjutkan terapi religius; praktek ibadah dan mengaji. Kemudian ada terapi psikologis dan pengetahuan umum. ”Maksimal setahun buat menyembuhkan pecandu ini,” kata dia ketika ditemui di kantornya kemarin.
Sejak Madani berdiri pada 1999, hingga kini sudah ratusan pasien lulus dari sana; mulai dari siswa Sekolah Menengah Pertama, mahasiswa, hingga dewasa. Bahkan, pendiri Madani, Profesor Dadang Hawari, pernah menangani beberapa artis. Contohnya almarhum Gito Rolis dan Ustadz Jefry Al Bukhori. Ginanjar melanjutkan, dari ratusan pasien pernah ditangani, kebayakan remaja.
Sebenarnya di Jakarta ada banyak rumah sakit dan panti melayani rehabilitasi pecandu narkoba. Misalnya, Rumah Sakit Fatwati, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoraharjo. Untuk panti, di antaranya Yayasan Kasih Mulia, Yayasan Titian Respati, dan Wisma Adiksi. Buat menyembuhkan penagih narkoba membutuhkan biaya tidak kecil. Di pusat rehabilitasi Metal Health Care Madani, perlu Rp 6 juta untuk detoksinasi selama sepuluh hari dan Rp 8 juta buat rehabilitasi enam bulan.
Bila ingin gratis, silakan datang ke pusat rehabilitasi disediakan Badan Narkotika Nasional (BNN). Berdasar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkoba, pemerintah sudah menyiapkan area rehabilitasi khusus bagi korban dan pecandu di Lido, Bogor, Jawa Barat. Menurut Sumirat, juru bicara BNN, setidaknya sudah ada ratusan pasien narkoba di sana. ”Silakan melapor saja, gratis kok,” kata dia.
Angka korban narkoba di Indonesia memang memprihatinkan. Hingga pertengahan 2011, BNN mencatat 3,81 juta orang menjadi korban di seluruh Indonesia. Ironisnya, sekitar 70 persen perempuan dan anak-anak. Kabar mengenaskan juga muncul terkait dengan ramalan Indonesia bakal menjadi negara penghasil ekstasi terbesar di Asia.
Laporan Badan Internasional Pengendalian Narkotika (INCB) awal Maret lalu menyebut Indonesia bisa menjadi produsen kakap ekstasi di Asia Timur dan Asia Tenggara. Potensi ini timbul sejak Indonesia memiliki banyak bahan pembuat narkotik. Laporan itu mencatat ekstasi adalah jenis narkoba paling banyak digunakan di Indonesia setelah heroin dan ketamin.
Jumlah butir ekstasi yang berhasil disita oleh penegak hukum di Indonesia pada 2009 melonjak 38 persen setahun kemudian. Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional juga sudah menutup 15 laboratorium ekstasi pada 2010. Laporan itu juga menyebutkan Asia telah menyumbang 99 persen penyitaan ketamin di seluruh dunia pada 2009 dan China sendiri telah menyita lima ton ketamin pada 2010. Indonesia adalah salah satu negara dengan tangkapan ketamin besar bersama Jepang, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam.