Dianugerahi
seorang anak adalah suatu karunia yang tak terkira bagi pasangan suami
istri. Namun dalam membesarkan seorang anak, tak jarang berbagai
masalah timbul. Salah satunya adalah perilaku anak yang hiperaktif.
Saat
ini tak jarang seorang ibu mengeluhkan perilaku anaknya, baik putera
maupun puteri, yang terlalu aktif, tidak bisa diam seperti baterai yang
tak habis-habisnya. Anak hanya terlihat tenang bila ia sedang tidur.
T : Apakah perilaku hiperaktif itu normal terjadi dalam perkembangan seorang anak ?
Anak
atau balita yang terlihat aktif adalah suatu yang wajar karena pada
usia balita anak sedang giat-giatnya melakukan eksplorasi lingkungan.
Dalam rentang usia itu anak berada dalam fase otonomi atau mencari rasa
puas melalui aktivitas geraknya. Tetapi bila ia terlalu aktif atau
HIPERAKTIF, perlu diteliti lebih lanjut apakah aktivitasnya itu normal
atau tidak.
T : Bagaimana membedakannya perilaku aktif normal dan yang hiperaktif ?
Hiperaktif yang termasuk gangguan perilaku disebut dengan “Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas (GPPH)” atau Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
Suatu penelitian di Bandung tahun 2005 menemukan 3-5% anak usia SD
mengalami gangguan ini. Kondisi ini menyebabkan seorang anak atau orang
dewasa mengalami gangguan dalam mengatur tingkat aktivitasnya,
melakukan kontrol perilaku atau mengerjakan suatu tugas hingga tuntas
seperti rekan sebayanya. Ciri-cirinya yang khas adalah sulit
berkonsentrasi, selalu bergerak aktif tanpa tujuan yang jelas serta
berperilaku impulsif pada setiap situasi.
T : Bagaimana cara menentukan apakah anak memang mengalami ADHD atau tidak ?
Ahli
yang dapat memberikan diagnosis ADHD ini adalah seorang dokter anak,
dokter keluarga, dokter jiwa anak, psikolog dan ahli saraf anak. Tidak
ada tes yang bisa dilakukan untuk menentukan ADHD ini namun orang tua
akan diberikan serangkaian pertanyaan yang menggambarkan perilaku anak,
baik di rumah maupun di sekolah. Guru sekolah juga akan dimintai
konfirmasinya. Perilaku anak akan diobservasi untuk melihat
kecenderungan defisit konsentrasi, hiperaktivitas dan impulsivitasnya.
Bila terdapat 6 (atau lebih) gejala di bawah ini dan telah menetap
minimal 6 bulan terakhir serta tidak sesuai dengan usia perkembangan dan
kemampuan adaptasi menurut umur maka anak akan dikatakan mengalami
ADHD.
Gejalanya secara lengkap adalah :
-
Defisit perhatian
-
Sering melakukan kecerobohan atau gagal menyimak hal yang rinci dan sering membuat kesalahan karena tidak cermat.
-
Sering sulit memusatkan perhatian secara terus-menerus dalam suatu aktivitas.
-
Sering tampak tidak mendengarkan kalau diajak bicara.
-
Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas.
-
Sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas.
-
Sering menghindar, tidak menyukai, atau enggan melakukan tugas yang butuh pemikiran yang cukup lama.
-
Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk melakukan tugas.
-
Sering mudah beralih perhatian oleh rangsang dari luar.
-
Sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari.
-
Hiperaktivitas dan impulsivitas
-
Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat.
-
Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis.
-
Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya.
-
Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang.
-
Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis.
-
Sering terlalu banyak bicara.
-
Sering terlalu cepat memberi jawaban ketika ditanya, padahal pertanyaan belum selesai.
-
Sering sulit menunggu giliran.
-
Sering memotong atau menyela pembicaraan.
Beberapa
gejala sudah dijumpai sebelum anak berusia 7 tahun, dijumpai baik di
sekolah maupun di rumah dan mengganggu secara nyata kehidupan sosial,
akademik dan pekerjaan sehari-hari. Juga tidak merupakan bagian dari
kondisi lain seperti autisme, kurang pendengaran, retardasi mental atau
kecerdasan berlebih.
T : Apa penyebab perilaku hiperaktif ini ? Apa benar antara lain disebabkan oleh susu formula merek tertentu ?
Penyebab
gangguan ini adalah suatu kelainan pada otak yang menyebabkan kurangnya
senyawa kimia tertentu, penghantar rangsang saraf di otak. Gangguan ini
bersifat genetik, jadi tidak benar susu merek tertentu menyebabkan
perilaku ini. Kecenderungan perilaku hiperaktif ini sudah dimiliki anak
sejak dalam kandungan. Perilaku ini juga bukan disebabkan oleh sistem
pengasuhan orangtua yang buruk atau terlalu banyak makan gula atau
kafein.
T : Apakah perilaku ini bisa hilang sendiri dengan bertambahnya usia ?
Pada
masa lalu para dokter beranggapan bahwa perilaku ini akan hilang
sendiri sejalan dengan bertambahnya usia anak. Namun penelitian yang
dilakukan kemudian memberi bukti bahwa gangguan ini tidak bisa hilang
dengan sendirinya karena memang terdapat gangguan di otak anak. Bahkan
sekitar 20% kasus, perilaku ini menetap hingga usia dewasa dan
menyebabkan individu ini mudah terpengaruh perilaku tidak menguntungkan
seperti memakai narkoba, sering berpindah-pindah pekerjaan, mudah
mengalami konflik dengan pasangan hidup atau rekan kerjanya.
T : Menurut suatu artikel, anak hiperaktif harus minum obat terus menerus, apakah ini akan menyebabkan kecanduan obat ?
Penanganan
anak hiperaktif harus dilakukan secara holistik tidak saja melibatkan
dokter anak atau konsultan saraf anak atau psikiater, tetapi juga
psikolog, terapis perilaku, guru dan tentu saja orangtua dan keluarga.
Pertama
kali anak akan dievaluasi terlebih dahulu apakah benar anak mengalami
ADHD ? Bila ya, sejauh mana gangguan ini menganggu perkembangan dan
kehidupan sehari-harinya. Bila gangguannya ringan, misalnya anak masih
bisa berkonsentrasi dalam rentang waktu tertentu, masih bisa menerima
instruksi dan perilaku impulsifnya jarang keluar, obat tidak perlu
diberikan namun anak akan memperoleh serangkaian terapi perilaku. Bila
terpaksa harus minum obat, dokter akan mengawasi dosis, lama pemberian
dan hasil yang dicapai sehingga tidak mungkin menyebabkan kecanduan atau
efek samping yang lain.
T : Penanganan apa yang akan dilakukan untuk anak ADHD ?
Setelah
dilakukan evaluasi, akan ditentukan apakah anak akan mendapat terapi
perilaku saja atau harus disertai dengan minum obat. Jenis terapi
ditentukan juga oleh kondisi lain yang dapat menyertai gangguan ADHD ini
seperti gangguan oppositional defiant and conduct, depresi,
kecemasan, gangguan kognitif. Tujuan dari penanganan ADHD adalah agar
anak dapat tumbuh dan berkembang dengan normal, baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun lingkungan sosial lainnya.
T : Apa yang harus dilakukan oleh orang tua bila anaknya diketahui mengalami ADHD ?
1. Terimalah kondisi anak
Inilah
hal pertama dan terpenting yang perlu dilakukan orang tua. Bila sudah
dapat menerima kondisi anak, orang tua akan lebih baik dalam melakukan
penanganan selanjutnya. Sadari bahwa anak bukan ingin seperti itu
melainkan kondisi otaknya yang sudah demikian sehingga muncul perilaku
yang kurang positif.
Orang
tua penderita pun disarankan untuk tidak menyimpan permasalahannya
sendiri. Curhat pada seseorang yang dianggap bisa membantu, meski
sekadar untuk mendengarkan cerita, sedikit banyak dapat meringankan
beban masalah. Curhat terkadang bisa menjadi sarana cooling down bagi orang tua
sehingga tindakan yang dilakukan lebih lanjut bisa berjalan dengan lebih baik.
Kerja
sama antara suami-istri harus dijalin dengan baik agar anak dapat
tertangani dengan baik. Akan sangat membantu bila anggota keluarga lain,
seperti kakek-nenek atau kerabat lainnya memahami apa yang kita hadapi.
2. Perbaiki perilaku anak
Hal
lain yang perlu penanganan segera adalah perilaku anak yang destruktif
agar perilakunya lebih terarah. Untuk ini tentu diperlukan bantuan ahli
seperti psikolog.
Pada
umumnya, saran yang diberikan ahli adalah menyalurkan energi anak pada
kegiatan-kegiatan positif yang ia sukai. Bila bosan, ganti dengan yang
lain lagi. Intinya, usahakan energinya habis untuk kegiatan yang
positif.
3. Terapi
Bila gangguan yang dialami tergolong parah, biasanya akan dilakukan terapi perilaku, seperti terapi psikososial, educational therapy, occasional therapy,
dan psikoterapi. Dalam terapi seperti itu anak akan diajarkan perilaku
mana yang boleh dan tidak. Obat-obatan sedapat mungkin dihindari karena
memiliki efek samping, seperti mengantuk, nafsu makan berkurang, sulit
tidur, tik (semacam kedutan), nyeri perut, sakit kepala, cemas, perasaan
tidak nyaman, serta menghambat kreativitas.
Pemberian
obat dalam jangka panjang juga bisa menimbulkan efek negatif pada
sistem saraf, yakni menyebabkan ketergantungan obat, bahkan sampai ia
dewasa. Obat baru digunakan bila dalam kondisi terpaksa.
4. Sediakan sarana
Untuk
mengantisipasi gerakan-gerakan anak dengan gangguan hiperaktivitas yang
tidak bisa diam, sebaiknya ruangan untuk anak bermain dirancang
sedemikian rupa agar tidak terlalu sempit serta tidak dipenuhi banyak
barang dan pajangan. Hal ini untuk menghindari kejadian-kejadian yang
tidak diharapkan, seperti anak terbentur, tersandung, atau bahkan
memecahkan barang-barang berharga. Bila memang tersedia, halaman luas
sangat baik untuk memberikan kebebasan bergerak bagi penderita.
T
: Sebagian orang tua tidak menginginkan anak mendapat obat untuk jangka
panjang. Apakah ada usaha mengubah perilaku anak ADHD tanpa obat ?
Untungnya ada, dengan teknik Behavior Therapy atau Behavior Modification. Teknik ini dapat dilakukan sendiri tanpa obat atau digabung dengan pemberian obat. Behavior Modification dilatihkan kepada orang tua, guru dan anak.
Untuk melakukan Behavior Modification, beberapa hal harus diingat :
-
Perilaku tidak dapat diubah dalam sekejap. Mulailah dengan tujuan konkrit yang sederhana dan dapat dicapai oleh anak.
-
Konsisten.
Harus konsisten kapan saja, dimana saja, siapa saja. Bila anak meminta
sesuatu, lalu ditolak oleh ibu tetapi diperbolehkan oleh ayah, akibatnya
anak akan menjadi bingung.
-
Lakukan untuk jangka panjang, bukan hanya satu-dua bulan.
-
Mengajar dan belajar perilaku baru memerlukan waktu dan dari waktu ke waktu anak akan bertambah baik.
T : Apakah dapat dijelaskan, bagaimana pelaksanaan Behavior Modification itu ?
Pengajaran teknik Behavior Modification kepada orang tua sebenarnya mirip dengan teknik Good Parenting yang sangat masuk akal dan seringkali sudah dikerjakan secara naluriah. Beberapa teknik yang dapat dipelajari, misalnya :
-
Membuat dan menerapkan peraturan di rumah.
-
Belajar memuji bila anak melakukan hal yang baik dan benar, tidak mengambil hati bila anak berperilaku buruk.
-
Memerintah atau menyuruh anak dengan baik.
-
Merencanakan bepergian bersama anak ke tempat ramai.
Di
sekolah, teknik tertentu juga dapat dipelajari, misalnya bagaimana
berteman baik, memberi tambahan kemampuan baru di bidang olahraga dan
permainan, mengajarkan kemampuan bersosialisasi dan memecahkan masalah
dan lain-lain.